Ada beberapa model Hidroponik yang biasa dikembangkan di Indonesia yaitu :
1. Wick System atau Sistem sumbu
Merupakan alat yang sangat sederhana karena pada prinsipnya hanya membutuhkan sumbu yang menghubungkan antara nutrisi dan media tanam. Air dan nutrisi dapat sampai ke akar tanaman dengan memanfaatkan prinsip daya kapilaritas melalui sumbu.
contoh sistem wick atau sumbu
Merupakan teknik hidroponik dengan cara menancapkan tanaman pada lubang styrofoam yang mengapung diatas permukaan larutan nutrisi dalam suatu bak penampung sehingga akar tanaman terendam dalam larutan nutrisi. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Massantini tahun 1976 di Itali dan Jensen tahun 1980 di Arizona. Pada sistem ini nutrisi tidak disirkulasikan, namun dibiarkan pada bak penampung. Perlu dilakukan pengontrolan kepekatan larutan karena genangan nutrisi yang cukup lama akan terjadi pengkristalan dan pengendapan dalam dasar penampungan yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
Teknisnya, tanaman dijepit dengan spon agar tanaman tetap tegak dan perakaran dimasukkan ke dalam lubang styrofoam kemudian diletakkan diatas penampungan nutrisi sehingga akar menggantung dan menyentuh larutan nutrisi. Bak penampungan biasanya mempunyai kedalaman antara 10cm - 20cm dan diisi dengan larutan separuhnya saja. Untuk kebutuhan oksigen dapat menggunakan gelembung oksigen seperti pada aquarium yang diletakkan di dalam air.
Beberapa contoh Hidroponik dengan Floating System
3. Ebb and Flow atau Pasang Surut
Biasa dikenal dengan istilah pasang surut karena prinsip kerjanya yaitu tanaman mendapat air, oksigen dan nutrisi melalui pompa air menuju media tanam dalam bak atau Grow Bed (pasang). setelah hampir penuh, air akan mulai surut dengan bantuan bell siphon sampai air habis turun ke penampungan nutrisi di bawahnya (surut). Sistem ini sangat bergantung dengan aliran listrik.
Beberapa contoh dan penjelasan tentang sistem Ebb and Flow
4. Drip Irigation atau sistem tetes
Merupakan salah satu teknologi hidroponik yang prinsipnya hanya memberikan air dan nutrisi dalam bentuk tetesan yang menetes secara terus menerus sepanjang waktu atau mungkin juga secara berkala sesuai kebutuhan tanaman. Tetesan diarahkan tepat pada daerah perakaran agar tanaman dapat langsung menyerap air dan nutrisi yang diberikan. Tetesan nutrisinya dapat diatur sehingga tidak menggenangi media tanam. Teknologi ini pada prinsipnya sama saja dengan menyiram tanaman namun dilakukan secara otomatis, terus menerus dan sesuai dosis.
Skema prinsip kerja Drip Irigation System
5. NFT (Nutrient Film Technique) System
Teknologi ini adalah salah satu tipe hidroponik yang paling spesial. Dikembangkan pertama kali oleh Dr. A.J. Cooper di Glasshouse Crops Research Institute, Littlehampton, Inggris di akhir tahun 60-an dan dikembangkan secara komersil di tahun 70-an.
Prinsipnya adalah mengalirkan air nutrisi yang dangkal yang dapat dijangkau oleh akar tanaman. Hal ini memberikan keuntungan pada tanaman dengan memperoleh cukup air, nutrisi dan oksigen. Air yang dipompakan akan kembali ke penampungan nutrisi dan dipompa kembali untuk mengaliri perakaran tanaman. Hal ini dapat meningkatkan produktivitas tanaman dengan High Planting Density.
Namun sistem ini memiliki kelemahan yaitu :
- Investasi dan biaya perawatan yang tinggi
- Tergantung pada energi listrik
- Penyakit tanaman dapat menular dengan cepat ke tanaman lain.
Contoh system NFT yang sederhana
6. Aeroponic System atau sistem semprot
Termasuk jenis teknologi yang cukup mahal karena membutuhkan bahan-bahan yang relatif mahal, namun prinsip kerjanya sederhana yaitu air dan nutrisi yang akan diserap tanaman diberikan dalam bentuk butiran kecil atau kabut yang disemprotkan menggunakan nozzel dengan pompa air, sehingga nutrisi yang diberikan akan lebih cepat terserap akar tanaman. Penyemprotannyapun bisa diatur berdasarkan durasi waktu dengan menggunakan timer dan penyemprotan dilakukan ke bagian akar tanaman yang sengaja digantung.
Skema dasar dari system Aeroponik
No comments:
Post a Comment